Departemen Kedokteran Internal Kedokteran Kardiovaskular Dokter Ke-Wei Chen
Ibu Xu berusia 69 tahun menderita diabetes, tekanan darah tinggi dan hipertiroidisme, 3 tahun yang lalu karena jantung berdebar tiba-tiba, menuju CMUH untuk berobat, baru ditemukan menderita “fibrilasi atrium paroksismal”. Setelah melalui penilaian indeks risiko stroke, harus meminum obat antikoagulan untuk jangka waktu lama, namun Ibu Xu telah ada sejarah pendarahan gastrointestinal, dikhawatirkan penggunaan obat untuk jangka waktu lama bisa menimbulkan pendarahan yang lebih parah, oleh karena itu memilih menerima “Penutupan Apendiks Atrium Kiri” untuk mengurangi risiko stroke, dan bisa menambah fleksibilitas pengobatan, mengurangi dosis obat yang digunakan. Setelah operasi berhasil diterapkan, selama 3 tahun ini belum ada reaksi obat yang merugikan yang terjadi, juga berhasil mengurangi kemungkinan menderita stroke.
Dokter yang merawat di Kedokteran Kardiovaskular Departemen Kedokteran Internal CMUH Dokter Ke-Wei Chen menunjukkan, salah satu penyebab stroke yang paling sering dijumpai di Taiwan disebut aritmia “fibrilasi atrium”. Fibrilasi atrium cukup umum terjadi pada kelompok orang tua, bahkan juga ada persentase tertentu pasien muda dan paruh baya, aritmia jenis ini bila terjadi akan menghasilkan gumpalan darah di atrium secara bertahap, gumpalan darah bila mengikuti aliran darah meninggalkan jantung menuju otak atau organ lain, akan menyumbat pembuluh darah, menyebabkan infark iskemik di daerah ini, cukup berbahaya.
Dokter Ke-Wei Chen menyatakan bahkan dokter divisi jantung juga sesekali akan memeriksa denyut nadi, memastikan tidak terjadi fibrilasi atrium. Bahaya aritmia seperti fibrilasi atrium begini, selalu tanpa tanda, waktu pasien merasakan jantung berdebar, mungkin hanya bagian kecil dari masalah. Bahaya infark miokard, masyarakat umumnya juga tahu, juga memperhatikan secara khusus gejala sakit pada dada, namun fibrilasi atrium mulai dari paroksismal menjadi persisten, pasien sendiri mungkin hampir tidak merasakannya. Dokter Chen menunjukkan “Yang tidak sakit adalah yang paling bahaya!”, misalnya pada klinik rawat jalan pernah ada pasien, selama bertahun-tahun ketagihan kopi dengan rasa yang kental, bahkan dalam minuman juga harus ditambahkan bubuk kopi, sewaktu pemeriksaan kesehatan secara tidak sengaja baru ditemukan aritmia baru datang berobat, sewaktu didiagnosis sudah merupakan fibrilasi atrium persisten, dan pasien malah bingung, karena sama sekali tidak merasakan apapun.
Dokter Ke-Wei Chen menyatakan, cara pengobatan tradisional menggunakan obat antikoagulan supaya gumpalan darah tidak mudah terbentuk, untuk mengurangi risiko stroke, namun penggunaan obat mungkin menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, misalnya meningkatkan risiko pendarahan, sekali luka atau perlu mencabut gigi dan operasi lainnya, tidak mudah menghentikan pendarahan, dan bila lupa menggunakan obat atau dosis yang digunakan tidak cukup, lebih mungkin menyebabkan risiko stroke bertambah. Demi memperbaiki kondisi demikian, saat ini telah ada satu cara operasi baru kateterisasi jantung, yaitu “Penutupan apendiks atrium kiri”, dalam waktu operasi yang sangat singkat, melalui luka invasif minimal pada vena paha memasukkan penyumbat yang dirancang khusus ke atrium kiri, menutup apendiks atrium kiri sepenuhnya yang merupakan 90% sumber gumpalan darah fibrilasi atrium, dan secara signifikan mengurangi kemungkinan pasien terkena stroke di masa depan.
Saat ini CMUH telah melaksanakan 134 pasien pemasangan “Penyumbat atrium kiri”. Kecuali satu kasus yang tidak cocok untuk ditempatkan karena anatomi apendiks atrium kiri yang kompleks, semuanya berhasil dilaksanakan, setelah operasi juga tidak ada komplikasi tidak baik yang parah. Karena operasi kateterisasi jantung tersebut relatif matang dan aman, waktu tinggal di rumah sakit juga singkat, pasien fibrilasi atrium menerima satu kali operasi permanen, bisa terbebas dari penggunaan obat antikoagulan dosis tinggi secara terus menerus dalam jangka panjang, khawatir terjadi pendarahan, atau kesulitan karena ketidaknyamanan penggunaan obat, “Bisa dikatakan nilai C/P relatif tinggi!” Dokter Chen menyatakan.
Operasi tersebut masih ada batasannya, misalnya pasien yang anatomi apendiks atrium kiri yang lebih kompleks atau yang terlalu besar mungkin tidak cocok untuk ditempatkan, sebelum operasi juga harus berdiskusi secara rinci dengan dokter bedah. Dokter Ke-Wei Chen menyarankan, bila sering ada gejala jantung berdebar, sewaktu menggunakan sphygmomanometer tidak bisa mengukur detak jantung dengan benar, atau pasien yang telah diketahui ada aritmia, pertama harus secepatnya menuju klinik kardiologi untuk diperiksa. Bila ditemukan mungkin ada fibrilasi atrium, harus berdiskusi dengan dokter termasuk obat antikoagulan dan penutupan apendiks atrium kiri serta pilihan pengobatan lainnya, berdasarkan saran dokter menerima seperti USG esofagus, untuk menemukan cara pengobatan yang cocok untuk diri sendiri.